Bagian dari buku The Intelligent Investor oleh Benjamin Graham ini bermakna bahwa saham yang baik disarankan hasil kali PER dan PBV di bawah 22,5. Yang berarti kurang lebih 15 kali laba bersih per lembar saham dan 1,5 kali nilai buku per lembar saham.
Saya dulunya mengandalkan rumus ini untuk menghitung valuasi saham. Namun sekarang tidak lagi setelah saya tahu bagaimana cara terbaik memanfaatkan data PER dan PBV tersebut.
Sebelum bahas PER dan PBV, saya sangat suka melakukan eksplorasi saham. Sampai saya sudah melakukan analisis seluruh saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang kini totalnya 835 saham. Bahkan saya berulangkali melakukannya! Ini membuat saya menemukan banyak emiten bagus yang terpendam.
Saham yang menarik kemudian saya analisis lebih mendalam dengan mengumpulkan laporan keuangan terdahulu dan mengolahnya dengan bantuan template Excel yang bisa Anda download gratis di link bio saya.
Bahkan saya gali hingga tahun 90-an apabila tersedia. Seperti pada emiten SMSM di atas. Upaya ini membuat saya bisa melihat lebih luas bagaimana kinerja sahamnya secara jangka panjang dibandingkan dengan hanya melihat data 5 tahun terakhir.
Dalam template tersebut saya juga kalkulasikan PER (P/E Ratio) dan PBV secara otomatis secara historis. Kedua rasio ini sangat populer di kalangan value investor. Jadi cukup input laba bersih, ekuitas, lembar saham, dan harga sahamnya saja. Saya sudah rancang rumusnya.
Hasil kalkulasi PER dan PBV tersebut saya sajikan dalam bentuk grafik untuk mempermudah analisis. Saya lebih suka menggunakan PER dan PBV untuk melakukan analisis harga saham secara historis. Bukan menganalisis harga sahamnya saat ini saja. Jadi saya tahu dimana posisi harga sahamnya saat ini jika dibandingkan dengan dinamika kinerja laba bersih dan ekuitasnya.
Berikut caranya. Saya gunakan contoh emiten ARNA. Perhatikan harga saham di tanda panah merah. Harga saham tidak banyak berubah dengan PER (P/E Ratio) dan PBV mendatar mengindikasikan pergerakan harga sahamnya mengikuti kinerja laba bersih dan ekuitasnya. Misal laba bersih naik 5%, harga saham juga naik sekitar 5%. Dalam Teori Dow, ini disebut fase akumulasi.
Kemudian perhatikan harga saham di tanda panah hijau. Harga saham naik tetapi PER dan PBV ikut naik. Itu menandakan semakin hari harga saham semakin overvalue yang mencirikan saham masuk ke fase partisipasi publik. Kenaikan harga saham melampaui kenaikan kinerjanya.